Ketika berbicara tentang filsafat modern, satu nama yang selalu muncul adalah René Descartes. Dia bukan hanya seorang filsuf, tapi juga matematikawan dan ilmuwan yang memberikan pengaruh besar dalam cara kita berpikir hari ini. Salah satu konsep paling terkenalnya adalah “Cogito, ergo sum” atau dalam bahasa Indonesia, “Aku berpikir, maka aku ada.” Tapi, apa sebenarnya maksud dari kalimat ini? Dan bagaimana filosofi ini bisa diterapkan dalam kehidupan kita? Yuk, kita kupas lebih dalam!
Siapa sih René Descartes?
René Descartes lahir di Prancis pada tahun 1596 dan dikenal sebagai bapak filsafat modern. Di masanya, ilmu pengetahuan masih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles dan kepercayaan-kepercayaan yang belum benar-benar diuji. Descartes datang dengan pendekatan baru yang sangat radikal: meragukan segala sesuatu hingga menemukan sesuatu yang pasti benar.
Ia mempertanyakan segalanya: Apakah dunia ini nyata? Bagaimana kalau semua yang kita lihat hanyalah ilusi? Bagaimana kita tahu kalau kita benar-benar ada? Dari pertanyaan-pertanyaan itu, ia menemukan satu hal yang tidak bisa diragukan: keberadaan dirinya sendiri sebagai subjek yang berpikir.
Dari sinilah lahir konsep “Cogito, ergo sum”—karena selama seseorang masih berpikir, berarti ia ada.
Metode Skeptisisme: Meragukan Segalanya
Untuk sampai pada kesimpulannya, Descartes menggunakan skeptisisme metodis—sebuah pendekatan di mana ia meragukan semua hal yang mungkin salah sampai menemukan sesuatu yang tidak bisa diragukan.
Coba bayangkan:
- Indera kita bisa menipu kita. Pernah nggak sih kamu merasa HP-mu bergetar, padahal nggak ada notifikasi sama sekali? Atau melihat sesuatu di kejauhan yang ternyata bukan apa yang kamu pikirkan?
- Mimpi sering terasa nyata. Pernahkah kamu bermimpi berada di tempat yang benar-benar nyata? Kalau begitu, bagaimana kita tahu kalau dunia ini bukan sekadar mimpi panjang?
- Bagaimana kalau ada “makhluk jahat” yang menipu kita? Descartes bahkan berandai-andai bahwa mungkin ada iblis jahat yang sengaja membuat kita percaya pada dunia yang sebenarnya tidak ada.
Dari semua keraguan itu, ia menemukan satu hal yang tak bisa dibantah: kalau kita meragukan, berarti kita sedang berpikir. Dan kalau kita berpikir, berarti kita ada.
Dua Dunia: Pikiran dan Materi
Setelah menemukan dasar dari pemikirannya, Descartes membagi realitas menjadi dua bagian:
- Res cogitans (dunia pikiran) → Pikiran, kesadaran, dan jiwa kita.
- Res extensa (dunia materi) → Segala sesuatu yang bisa diukur dan diamati, seperti meja, pohon, atau tubuh manusia.
Konsep ini nantinya berkembang menjadi dualitas antara pikiran dan tubuh, yang menjadi perdebatan panjang dalam filsafat hingga sekarang.
Studi Kasus: Bagaimana Filosofi Descartes Relevan Hari Ini?
1. Dunia Digital dan Deepfake
Sekarang, dengan kecerdasan buatan dan teknologi deepfake, kita bisa melihat video seseorang mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah diucapkan. Jadi, bagaimana kita bisa tahu mana yang nyata dan mana yang palsu?
Konsep skeptisisme Descartes mengajarkan kita untuk tidak langsung percaya begitu saja pada apa yang kita lihat atau dengar. Kita harus menggunakan logika dan pemikiran kritis sebelum menyimpulkan sesuatu.
2. Fake News dan Hoax
Di era media sosial, berita palsu menyebar begitu cepat. Banyak orang langsung percaya tanpa mengecek kebenarannya. Dengan metode berpikir Descartes, kita bisa bertanya:
- Dari mana sumber berita ini?
- Apakah ini benar atau hanya opini?
- Apakah ada bukti kuat yang mendukungnya?
Dengan cara ini, kita jadi lebih cerdas dalam memilah informasi.
3. Eksistensi dan Kehidupan Sehari-hari
Kadang, kita merasa hidup ini membingungkan dan mempertanyakan makna eksistensi kita. Descartes memberikan perspektif bahwa keberadaan kita bukan ditentukan oleh hal-hal eksternal, tapi oleh kesadaran kita sendiri. Selama kita berpikir, kita ada, dan itu cukup untuk membuktikan bahwa kita punya tempat di dunia ini.
Kesimpulan: Berpikir, Maka Kita Ada
Filosofi Descartes mengajarkan kita untuk selalu berpikir kritis dan tidak mudah percaya begitu saja pada apa yang kita lihat atau dengar. Di dunia yang penuh dengan informasi palsu, manipulasi digital, dan kebingungan eksistensial, kemampuan untuk berpikir dan meragukan secara logis adalah senjata utama kita.
Jadi, setiap kali kamu bertanya, “Apakah semua ini nyata?” atau “Bagaimana kalau semuanya hanya ilusi?”—ingatlah bahwa selama kamu masih berpikir, kamu ada. Dan itulah awal dari semua pengetahuan.
Gimana menurutmu? Apakah filosofi Descartes ini masih relevan di kehidupan kita? Yuk, diskusi di kolom komentar!